×
Cara Guru Menumbuhkan Pola Pikir Bertumbuh dan Refleksi Siswa

Cara Guru Menumbuhkan Pola Pikir Bertumbuh dan Refleksi Siswa

(Inovasi Pembelajaran Discovery)

Lulud Prijambodo Ario Nugroho

 

 

Saat melakukan pengembangan sebuah model pembelajaran, seorang pengembang perlu melakukan mengadaptasi antara model pembelajaran baku dengan situasi tempat model pembelajaran akan diberlakukan. Situasi tersebut meliputi kesiapan guru dalam menerapkan model, kebiasaan belajar siswa dan lingkungan belajar yang telah tersedia di sekolah.

 

Tabel 1. Data kebutuhan pengembangan model pembelajaran

Aspek

Skor

Pemahaman konsep guru tentang pendekatan pembelajaran mendalam

3.12

Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran

3.00

Antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran

3.00

Refleksi belajar yang dilakukan pada siswa

2.50

Ditemukannya Pola Pikir Bertumbuh pada siswa

2.50

 

Pada satu kasus, Berdasarkan analisis data  kebutuhan pengembangan model pembelajaran discovery di sebuah sekolah, ditemukan data sebagaimana disajikan pada tabel 1.  Pada tabel, dapat dibaca bahwa guru sudah siap mengajar dengen menggunakan pendekatan pembelajaran mendalam dan menggunakan teknologi digital sebagai basis pembelajarannya. Guru juga sudah mampu mengkreasikan pembelajaran menjadi menarik. Mereka mampu menjaga semangat siswa dan memberikan pengalaman belajar yang aplikatif. Tapi ada PR besar, yaitu siswa masih jarang diajak merenung tentang apa yang mereka pelajari, dan pola pikir bertumbuh belum terlihat kuat. Berdasarkan tabel 1, dapat diartikan bahwa guru sudah oke di pemahaman konsep pendekatan pembelajaran mendalam dan teknologi, tapi dalam memberikan kesempatan siswa untuk merefleksi dan mendampingi supaya pola pikir bertumbuh siswa masih lemah.

 

Tantangan

Tantangan mendasar pada permasalahan ini adalah bagaimana caranya membuat siswa tidak hanya paham materi, tapi juga mau berpikir ulang, berani gagal, dan mencoba lagi? Ini bukan hal mudah, apalagi kalau guru sendiri terbiasa bekerja dan mengajar dengan pola mengajar yang “langsung ke jawaban”.

 

Aksi

Salah satu solusi yang ditawarkan untuk menjawab tantangan tersebut adalah adalah membuat Program “Investigasi Reflektif Berbasis Lingkungan”. Konsepnya sederhana tapi kuat, yaitu mengajak siswa menyelidiki masalah nyata di sekitar mereka. Misalnya, kenapa sampah di kantin menumpuk? Bagaimana cara hemat listrik di sekolah?

 

Berikut adalah rancangan pembelajaran Discovery Learning yang diintegrasikan dengan pendekatan Deep Learning, disusun berdasarkan alur 5W 1H dan berbasis hasil analisis data kebutuhan pengembangan  model pembelajaran discovery.

 

What (Apa)

Program pengembangan pembelajaran diberi nama "Investigasi Reflektif Berbasis Lingkungan"

Rancangan dikembangkan dengan mengadaptasi pembelajaran discovery. Adapun pengembangannya adalah model pembelajaran berbasis proyek-penemuan (project-based discovery) yang meminta siswa untuk mengidentifikasi, menyelidiki, dan mengusulkan solusi untuk masalah nyata di lingkungan sekitar mereka.

Pendekatan Deep Learning diterapkan dengan memberi penekanan kuat pada proses (bukan hanya hasil), refleksi pribadi dan kelompok, serta pengembangan pola pikir bertumbuh.

Data Penguat:

o   Rancangan ini memanfaatkan kekuatan utama yaitu pada Pemanfaatan Lingkungan dan Pemanfaatan Teknologi sebagai basis utama aktivitas belajar.

o   Fokus kegiatan belajar refleksi dan proses dirancang keterampilan Merefleksi, Pembelajaran Berkesadaran, dan terutama Pola Pikir Bertumbuh.

 

Why (Mengapa)

Tujuan utama rancangan ini adalah untuk mengatasi kesenjangan terbesar yang teridentifikasi dalam data, yaitu:

1.     Menguatkan Pola Pikir Bertumbuh. Berdasarkan data, menguatkan pola pikir bertumbuh merupakan kebutuhan utama. Sementarai itu, pembelajaran discovery yang berfokus pada proses, di mana "kegagalan" atau "kebuntuan" dilihat sebagai data untuk belajar, adalah strategi utama untuk membangun growth mindset.

2.     Meningkatkan Pengalaman Belajar Reflektif. Pada pengalaman belajar, siswa perlu diberikan pengalaman belajar merefleksi yang cukup. Sementara itu pada pengalaman belajar memahami dan mengaplikasi siswa sudah mendapat waktu dan keterampilan yang sudah baik. Model ini mewajibkan adanya jeda reflektif di setiap tahapan.

3.     Mendorong Kolaborasi Guru  dalam melakukan pembelajaran juga perludilakukan.  Masalah di lingkungan (misalnya sampah, energi, air) bersifat interdisipliner dan sebaiknya diselesaikan secara kolaboratif. Rancangan ini menuntut kemitraan tim mengajar (misal: guru IPA, PKn, matematika dan Bahasa) untuk berkolaborasi dalam perencanaan dan memfasilitasi.

 

Who (Siapa)

Siapa sasaran dari pengembangan model pembelajaran ini? Sasaran utamanya tentu saja adalah siswa. Siswa SMP, yang akan berperan sebagai peneliti cilik, pemecah masalah, dan kreator konten.

Adapun guru selaku fasilitator kegiatan beperan sebagai pengembang model pembelajaran discovery. Keterlibatan guru sebagai pengembang, Tim Mengajar (Lintas Mata Pelajaran). Peran guru bergeser dari "pemberi materi" menjadi "fasilitator investigasi" dan "pelatih" yang membimbing proses refleksi siswa. Pergeseran peran guru pada model diperlukan untuk memaksimalkan penggunaan  Strategi Pembelajaran dan berkolaborasi antar guru.

 

When (Kapan)

Rancangan ini paling efektif diimplementasikan sebagai blok proyek tematik selama 2-4 minggu.

Walau demikian, jika dilaksanakan dalam pembelajaran normal, ini memerlukan sinkronisasi mingguan yang ketat antar guru dan pemanfaatan teknologi sebagai 'perekat' proyek).

Mengapa pembelajaran dilaksanakan dalam waktu cukup lama?  karena Pola pikir bertumbuh  dan keterampilan merefleksi tidak dapat dibangun dalam satu atau dua pertemuan singkat. Keduanya membutuhkan proses yang berkelanjutan dan waktu yang cukup, sehingga siswa dapat mengalami siklus investigasi, percobaan, kegagalan, iterasi, dan refleksi secara mendalam.

 

Where (Di Mana)

Pembelajaran dilaksanakan secara hybrid dengan memanfaatkan tiga lokasi utama:

Ø  Lingkungan Sekolah dan Sekitar: Sebagai laboratorium utama untuk observasi, identifikasi masalah, dan pengumpulan data primer.

Ø  Ruang Kelas/Laboratorium: Sebagai "pusat" untuk diskusi tim, analisis data, eksperimen, dan lokakarya keterampilan.

Ø  Platform Digital (LMS/Google Workspace Education): Sebagai ruang kolaborasi, pengumpulan sumber daya, dan (yang terpenting) pengumpulan jurnal reflektif digital.

 

Desain ini secara eksplisit memaksimalkan dua aset maksimal, yaitu Pemanfaatan Lingkungan dan Pemanfaatan Teknologi.

 

How (Bagaimana)

Supaya pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik, maka perlu dikembangkan prosedur pembelajaran yang sesuai. Prosedur pembelajaran dikembangkan supaya target pembelajaran dapat dicapai dan diukur ketuntasannya. Prosedur pembelajaran dikembangkan dengan  mengadaptasi sintaks Discovery Learning. Inovasi utama pada model ini adalah ditambahkan kolom 3 yang secara eksplisit mengintegrasikan aktivitas refleksi dan pola pikir bertumbuh di setiap tahapan, adapun pematik pada kolom 3 juga dapat dikembangkan untuk masalah yang lain. Kegiatan refleksi pada model ini dilakukan pada setiap tahap pembelajaran untuk memantik proses berpikir kritis maupun kreatif. Selain itu juga untuk menguatkan proses belajar merefleksi.

 

Tabel 2. Prosedur Pembelajaran "Investigasi Reflektif"

Tahapan (Sintaks Discovery)

Aktivitas Investigasi (Pengalaman Belajar)

Aktivitas Reflektif & Pola Pikir Bertumbuh

Kemitraan Tim Mengajar (Fasilitasi)

Pemanfaatan Lingkungan

Pemanfaatan Teknologi

1. Stimulasi & Orientasi

Siswa mengamati fenomena/isu nyata (misal: tumpukan sampah, penggunaan energi) melalui "Tur Observasi".

Jurnal Awal (Individu): "Apa asumsi/prasangka awalku tentang masalah ini? Apa yang membuatku paling penasaran?"

Tim Mengajar (IPA, PKn) merancang "pemicu" masalah secara kolaboratif (misal: data tagihan listrik sekolah).

Lingkungan sebagai Pemicu: Siswa melakukan "Tur Observasi" di lingkungan sekolah untuk merasakan masalah secara langsung.

Penggunaan video/data infografis tentang masalah (misal: krisis iklim lokal) melalui LMS atau proyektor.

2. Identifikasi Masalah

Siswa dalam kelompok merumuskan pertanyaan investigasi yang spesifik dan relevan dengan apa yang mereka amati.

Refleksi Tim (Kelompok): "Apakah pertanyaan ini bisa dijawab? Jika buntu, bagaimana kita bisa merumuskannya ulang? Iterasi adalah hal wajar."

Guru (Bahasa Indonesia) membimbing perumusan pertanyaan agar tajam dan dapat diteliti. Guru lain (IPA/PKn dan matematika) memastikan relevansi konten.

Masalah yang diangkat wajib bersumber dari observasi lingkungan, bukan sekadar teori di buku.

Kelompok mem-posting rumusan masalah di shared digital board (Padlet/Jamboard) untuk mendapatkan umpan balik.

3. Pengumpulan Data

Siswa merancang metode dan mengumpulkan data primer (wawancara, foto, pengukuran) dan sekunder (riset online).

Jurnal Proses (Individu): "Apa tantangan terbesar saat mengumpulkan data? Data apa yang tidak berhasil saya temukan? Mengapa?"

Tim Mengajar berperan sebagai konsultan, menyetujui metodologi, dan memastikan keamanan siswa saat mengumpulkan data.

Siswa kembali ke lingkungan (kantin, taman, pos satpam) untuk wawancara, mengambil sampel air, atau menghitung volume sampah.

Penggunaan smartphone untuk merekam wawancara/video, Google Forms untuk survei, dan mesin pencari untuk riset data sekunder.

4. Pengolahan & Analisis

Siswa mengolah data, mencari pola, dan menghadapi "kebuntuan" atau data yang tidak sesuai hipotesis awal.

Refleksi "Kebuntuan" (Kelompok): "Kebuntuan ini BUKAN kegagalan, tapi data baru. Apa yang data ini coba katakan? Hipotesis awal kita keliru, mari kita ubah."

Fokus Pola Pikir Tumbuh: Memfasilitasi diskusi "Apa yang kita pelajari dari kebuntuan ini?" bukan "Apa jawaban yang benar?"

Data lingkungan (misal: jenis sampah) dianalisis di laboratorium/kelas untuk menemukan akar masalah.

Kolaborasi pengolahan data menggunakan Google Sheets. Visualisasi data menggunakan Canva atau aplikasi infografis.

5. Verifikasi & Presentasi

Siswa menarik kesimpulan dan memverifikasi temuan mereka, kemudian menyajikan solusi/rekomendasi.

Refleksi Umpan Balik (Kelompok): "Apa satu umpan balik paling sulit diterima? Mengapa? Bagaimana itu bisa memperbaiki solusi kami? Umpan balik adalah hadiah."

Tim Mengajar bertindak sebagai panelis ahli yang memberikan umpan balik konstruktif terhadap solusi yang diajukan siswa.

Solusi yang diajukan harus kontekstual dan dapat diterapkan kembali di lingkungan sekolah.

Presentasi dalam format digital (video, prototipe UI/UX, podcast, atau presentasi interaktif) dan diunggah ke portofolio digital kelas.

6. Generalisasi & Aksi

Siswa merumuskan prinsip umum yang ditemukan (Misal: "Semakin banyak..., maka..."). Siswa mengusulkan aksi nyata.

Jurnal Reflektif Final (Individu): "Apa prinsip baru yang saya pelajari? Bagaimana saya akan menggunakan ini di tempat lain? Apa satu hal yang saya pelajari tentang diri saya?"

Membimbing siswa untuk beralih dari temuan spesifik (misal: sampah kantin) menjadi prinsip umum (misal: siklus konsumsi-limbah).

Merefleksikan bagaimana aksi nyata mereka dapat diterapkan di lingkungan yang lebih luas (rumah, masyarakat).

Publikasi Jurnal Reflektif Final di portofolio digital/blog kelas sebagai bagian dari generalisasi/ mading

 

Guru berperan sebagai fasilitator, bukan “pemberi jawaban”. Teknologi seperti Google Workspace hanya merupakan alat bantu, bukan tujuan.

 

Refleksi

Dengan cara ini, siswa belajar bahwa gagal itu wajar dan refleksi itu penting. Guru pun ikut berubah dari “pengajar” bertransformasi menjadi “fasilitator/ aktivator” pembelajaran. Tantangan yang tadinya bikin bingung, sekarang jadi peluang untuk menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna. Bagaimana guru, berani mencoba.

 

 

Daftar Rujukan

Kemdikdasmen. (2025). Modul 1 Pembelajaran Mendalam: Menekankan pentingnya growth mindset bagi guru dan siswa dalam Kurikulum Merdeka.

 

Azam Arifin. (2025). Pendekatan Deep Learning dan Penerapannya dalam Kurikulum Merdeka. Panduan Mengajar. https://www.panduanmengajar.com/2025/01/pendekatan-deep-learning-dan.html

 

Dwi Angga Oktavianto. (2025). Deep Learning dan Implementasinya dalam Kurikulum Merdeka. Transformasi Pendidikan. https://transformasipendidikan.id/deep-learning-dan-implementasinya-dalam-kurikulum-merdeka/

 

Harahap, R. D., et al. (2023). Perwujudan Profil Pelajar Pancasila melalui Metode Eksperimen pada Pembelajaran IPA Tingkat SMP. Jurnal Al Qalam.

 

Heri Mirhan. (2025). Growth Mindset dalam Pembelajaran Mendalam; Solusi Pendidikan Masa Kini. Indonesiana. https://www.indonesiana.id/read/183846/growth-mindset-dalam-pembelajaran-mendalam-solusi-pendidikan-masa-kini

 

Marinda, F. R., et al. (2023). Penerapan Discovery Learning Berbantuan Media AR untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis. Universitas Trunojoyo Madura.

 

Subroto, S. (2020). Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA. Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika.

 

Ulvia Fitriani, et al. (2017). Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Biologi Siswa SMP pada Materi Pencemaran Lingkungan.

 

Wahyuni Limonu, et al. (2023). Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning Berbasis Lingkungan Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Dalam Pembelajaran IPS Siswa SMP.

Survey Kepuasan